Friday, October 28, 2011

Tipe Kepemimpinan Partisipatif

Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim.

Gaya kepemimpinan partisipatif lebih menekankan pada tingginya dukungan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan tetapi sedikit pengarahan. Gaya pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai “partisipatif” karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya partisipatif ini, pemimpin dan bawahan saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.

Dalam aktivitas menjalankan organisasi, pemimpin yang menerapkan gaya ini cenderung berorientasi kepada bawahan dengan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibandingkan mengawasi mereka dengan ketat. Mereka mendorong para anggota untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.

Selain itu gaya ini berupaya untuk meningkatkan kesadaran bawahan terhadap persoalan-persoalan dan mempengaruhi bawahan untuk melihat perspektif baru. Melalui gaya ini, pemimpin terus merangsang kreativitas bawahan dan mendorong untuk menemukan pendekatan-pendekatan baru terhadap masalah-masalah lama. Bawahan didorong untuk berpikir mengenai relevansi cara, sistem nilai, kepercayaan, harapan, dan bentuk organisasi yang ada. Bawahan didorong untuk melakukan inovasi dalam menyelesaikan persoalan dan berkreasi untuk mengembangkan kemampuan diri, didorong untuk menetapkan tujuan atau sasaran yang menantang. Dengan kata lain, bawahan diberi kesempatan untuk mengekspresikan dan mengembangkan dirinya melalui tugas-tugas yang dihadapinya. Pemimpin gaya partisipatif menunjukkan perilaku dan perhatian terhadap anak buah yang sifatnya individual (individual consideration). Artinya dia bisa memahami dan peka terhadap masalah dan kebutuhan tiap-tiap anak buahnya. Hal ini tercermin dari persepsi anak buah yang merasa bahwa sang pemimpin mampu memahami dirinya sebagai individu. Setiap anak buah merasa dekat dengan pemimpinnya dan merasa mendapat perhatian khusus. Perhatian individual dapat berupa aktivitas pembimbingan dan mentoring, yang merupakan proses pemberian feedback yang berkelanjutan dan pengkaitan misi organisasi dengan kebutuhan individual sang anak buah. Dengan demikian anak buah akan merasakan pentingnya berusaha dan bekerja semaksimal mungkin atau menunjukkan kinerja yang tinggi karena itu terkait langsung dengan kebutuhannya sendiri. Bawahan lebih merasa memiliki respek terhadap atasan yang kompeten dibandingkan atasan yang lebih mengedepankan aspek struktur.
Gaya kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha seorang pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi oleh orang lain dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin itu sendiri. Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan (Yukl, 1998). Adapun aspek-aspek dalam gaya kepemimpinan partisipatif mencakup konsultasi, pengambilan keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi dan manajemen yang demokratis. Indikator langsung dari adanya kepemimpinan partisipatif ini terletak pada perilaku para pengikutnya yang didasarkan pada persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan yang digunakan (Riyono dan Zulaifah, 2001).

Partisipatif adalah berkaitan dengan tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Seorang pengikut atau bawahan pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan suatu tugas yang diberikan. Ketidakinginan mereka itu seringkali disebabkan karena kurangnya keyakinan. Namun bila mereka yakin atas kemampuannya tetapi tidak mau maka keengganan mereka untuk melaksanakan tugas tersebut lebih merupakan persoalan motivasi dibandingkan persoalan keamanan. Dalam kasus-kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dau arah dan secara aktif mendengar dan mendukung usaha-usaha para pengikut untuk menggunakan kemampuan yang telah mereka miliki. Dengan demikian gaya yang mendukung, tanpa mengarahkan, partisipatif mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi untuk diterapkan bagi individu dengan tingkat kematangan seperti ini. Gaya ini disebut partisipatif karena pemimpin atau pengikut selain tukar-menukar ide dalam pembuatan keputusan, dengan peranan pimpinan yang utama memberikan fasilitas dan berkomunikasi. Gaya ini melibatkan perilaku hubungan kerja yang tinggi dan perilaku berorientasi tugas yang rendah. Pada gaya kepemimimpinan ini, seorang pengikut memungkinkan untuk mengemukakan ide atau gagasan yang dimilikinya sehingga mereka memperoleh kesempatan untuk mewujudkan perannya dalam kelompok, dimana mereka memiliki kemampuan yang setiap saat dapat diberdayakan pemimpin bagi kemajuan kelompok dan organisasi yang dikutinya.

Alasan saya menyukai tipe kepemimpinan partisipatif :

Secara sadar kita ingin membangun kemampuan tim kita. Tetapi ketika kita akan membuat keputusan, apakah kita akan melibatkan anggota tim ataukah kita buat keputusan sendiri dengan alasan untuk menghemat waktu ? Seorang pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan tim dalam membuat beberapa keputusan kunci, bukan seluruh keputusan.

Tapi pertama-tama, mari kita lihat mengapa ada manager yang tidak terlalu partisipatif ? Alasan utama ialah karena mereka berpikir bahwa mereka harus terlihat kuat, tegar, independen dan tegas; agar bisa dilihat sebagai manager yang efektif. Mereka merasa bahwa kalau menerapkan kepemimpinan partisipatif maka mereka terlihat lemah atau tidak tegas. Memang pada organisasi yang anggotanya masih memiliki pandangan "bergaya lama", anggota tim atau pekerja/staf berharap agar manager mereka mampu membuat keputusan dan tidak perlu meminta masukan dari anggotanya. Di pihak lain, beberapa manager memang masih senang dengan perasaan memiliki kontrol dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Yang terakhir, keterbatasan waktu kerap mendorong para manager untuk membuat keputusan sendiri.

Konsep kepemimpinan partisipatif tentunya diperkenalkan karena sejumlah keunggulan yang dimilikinya. Mengapa kita perlu mengadopsi gaya kepemimpinan partisipatif? Sekarang ini, begitu banyak staf yang pandai, profesional yang memiliki keterampilan dan kemampuan yang tinggi. Memotivasi para staf yang pandai dan profesional bisa dimulai dengan membuat mereka merasa dihargai. Tidak ada yang lebih sederhana dan baik untuk membuat mereka merasa dihargai selain meminta mereka, secara ikhlas, memberikan saran. Kita bisa menepuk punggung mereka dan menghargai apa yang sudah mereka lakukan tetapi ini tidak seefektif memotivasi melalui pelibatan mereka dalam pembuatan keputusan. Alasan kedua pada dasarnya merupakan akibat dari yang pertama. Staf yang terlibat dalam pembuatan keputusan akan lebih merasa memiliki terhadap program.

Tambahan lagi, sebagian besar pekerjaan kita sehar-hari menuntut orang untuk berpikir dan memecahkan masalah. Pekerjaan kita pada dasarnya juga adalah pekerjaan mental (mental work). Bila suatu tim perlu berpikir kreatif untuk memecahkan masalah, meningkatkan produktivitas atau efektivitas program; maka cara terbaik untuk mencapai mental work melalui staf adalah dengan meminta saran mereka.

Pertanyaan yang menggelitik adalah apakah kita sudah benar-benar menerapkan kepemimpinan partisipatif? Bila kita meminta saran dan masukan dari staf untuk meningkatkan kualitas keputusan yang akan dibuat, tetapi pada akhirnya kita mementahkan segala masukan itu; apakah itu dapat kita sebut sebagai kepemimpinan partisipatif ?

Saya pikir, ada hal penting yang harus dimiliki seorang manager untuk bisa menerapkan kepemimpinan partisipatif secara pas. Dia harus memiliki pandangan positif tentang staf. Seorang manager harus menempatkan atau memandang staf sebagai kekayaan/asset yang mampu (capable) memberikan sumbangan pemikiran. Seorang manager juga perlu open minded atau berpikiran terbuka. Hal ini mutlak diperlukan karena kadang atau bukan tidak mungkin, masukan dari staf berdeda atau bahkan bertentangan dengan pemikiran awal para manager. Yang terakhir, positive thinking. Manager yang memiliki pikiran positif tidak akan secara serta merta menduga apalagi menuduh staf yang berpikiran 'berbeda' sebagai penentang. Hanya manager yang berpikiran positif yang akan mampu membaca "kemurnian" ide dan saran staf. Manager yang pikirannya diwarnai dengan segala macam hal negatif tentang staf, akan sulit menerima saran dan masukan dari staf. Pada akhirnya, masukan dari staf tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Bila ini terjadi, maka pelibatan staf dalam pembuatan keputusan hanya bersifat semu. Bukan yang sebenarnya.

Singkat kata, saya percaya bahwa kepemimpinan partisipatif hanya bisa dijalankan oleh manager yang telah memiliki kesiapan dan kematangan. Sikap dan pandangan manager
yang belum siap dan matang; yang dicirikan oleh ketidaksiapan menerima masukan yang berbeda, pandangan 'curiga' dan 'tidak percaya' pada kesungguhan dan kemurnian pemikiran staf; justru akan menjadi bumerang bagi organisasi, tim atau perusahaan. Alih-alih merasa dihargai, staf justru akan merasa dipermainkan dan tidak dihargai.

Sudahkah kita menjalankan kepemimpinan partisipatif ? Tentu tidak mudah kita menemukan jawabannya. Apalagi bila kita belum bisa 'membaca' dan 'memahami' staf atau anggota tim kita.

1 comment:

  1. Izin ya admin..:)
    Yuk dapatkan hadiah ny dengan modal 20rb saja sudah bisa menikmati semua permainan poker di ARENADOMINO loh yuk langsung saja.. WA +855 96 4967353

    ReplyDelete