Sunday, November 27, 2011

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN

Tingkat perubahan yang makin meningkat dalam lingkungan eksternal organisasi dan banyaknya tantangan baru yang menghadapi para pemimpin menyatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin dalam abad ke-21 akan membutuhkan tingkat ketereampilan yang lebih tinggi dan beberapa kompetensi baru juga.

Program Pelatihan Kepemimpinan
Program pelatihan formal telah luas digunakan untuk meningkatkan kepemimpian dalam organisasi. Kebanyakan organisasi besar memiliki suatu program pelatihan manajemen, dan banyak organisasi yang mengirimkan para manajer mereka ke seminar dan lokakarya di luar organisasi. Kebanyakan program pelatihan kepemimpinan dirancang untuk meningkatkan keterampilan dan perilaku generik yang relevan bagi efektivitas dan kemajuan manajerial.

Merencanakan Pelatihan yang Efektif
Efektivitas dari program pelatihan formal bergantung pada seberapa baiknya mereka dirancang. Rancangan pelatihan harus mempertimbangkan teori pembelajaran, sasaran belajar khusus, karakteristik orang-orang yang dilatih (trainer), dan pertimbangan praktis seperti batasan dan biaya yang berhubungan dengan manfaat.meski demikian pelatihan kepemimpinan akan lebih berhasil jika dirancang dan dilakukan dengan cara yang konsisten dengan beberapa temuan penting dalam penelitian mengenai proses belajar dan teknik penelitian. Penemuan penting diringkaskan secara singkat dalam bagian ini.

• Sasaran belajar yang jelas
Sasaran belajar menjelaskan perilaku, keterampilan atau pengetahuan yang diharapkan agar diperoleh oleh para orang yang dilatih (trainee) itu dari pelatihan. Sasaran belajar yang khusus membantu menjelaskan tujuan pelatihan itu dan relevansinya bagi para trainer.
• Isi yang jelas dan berarti
Isi pelatihan haruslah jelas dan berarti. Isi ini harus dibangun di atas pengetahuan para trainee itu sebelumnya, dan harus memfokuskan perhatian pada hal-hal yang penting. Pelatihan harus meliputi banyak contoh yang konkret dan relevan.
• Rangkaian isi yang tepat
Aktivitas pelatihan harus dirangkaikan dan diatur dalam cara yang akan memudahkan pembelajaran. Sebagai contoh lebih baik untuk mempelajari prasyarat konsep, simbol, peraturan dan prosedur sebelum melakukan aktivitas yang membutuhkan pengetahuan ini.
• Campuran metode pelatihan yang tepat
Pilihan akan metode pelatihan harus mempertimbangkan tingkat keterampilan motivasi dan kapasitas saat ini dari para trainee tersebutuntuk memahami dan mengingat informasi yang kompleks.
• Kesempatan untuk praktik aktif
Para trainee harus secara aktif mempraktikkan keterampilan yang akan dipelajari misalnya perilaku praktik, mengingat kembali informasi dari ingatan, menerapkan prinsip-prinsip dalam melakukan sebuah tugas.
• Umpan balik yang relevan dan tepat waktu
Para trainee harus menerima umpan balik yang relavan dari berbagai sumber yang tersedia, dan umpan balik itu harus akurat, tepat waktu dan konstruktif,.
• Memperkuat keyakinan para trainee
Proses instruksional harus memperkuat kemanjran diri dan harapan trainee bahwa pelatihan itu akan berhasil. Pelatih harus menyampaikan harapan keberhasilan dan bersabar dan mendukung para trainee yang mengalami kesulitan belajar,.
• Aktivitas tindak lanjut yang tepat
Keterampilan yang kompleks itu sulit dipelajari dalam kursus pelatihan singkat dengan kesempatan terbatas untuk praktik umpan balik.
Teknik Khusus untuk Pelatihan Kepemimpinan
Beragam luas metode telah berhasil digunakan untuk pelatihan kepemimpinan. Kuliah, demonstrasi, buku pedoman prosedural, kaset video, simulator peralatan, dan tutorial komputer interaktif digunakan untuk mempelajari keterampilan teknis.

Pembuatan model peran perilaku
Pembuatan model peran perilaku mengguanakan kombinasi dari dua metode yang lebih lama – demonstrasi dan permainan peran – untuk meperkuat keterampilan antar pribadi. Dasar teoritis dari pembuatan model peran perilaku adalah teori pembelajaran sosial milik Bandura (1986). Pendukung awal dari pembuatan model peran perilaku (Goldstein & Sorcher, 1974) berargumen bahwa hanya menyajikan dan mendemonstrasikan pedoman perilaku tidaklah cukup untuk memastikan orang akan belajar dan menggunakan perilaku yang janggal, sulit atau berlawan dengan cara-cara tipikal berhadapan dengan situasi antar-pribadi yang tegang.

Diskusi kasus
Kasus-kasus adalah gambaran dari peristiwa dalam sebuah organisasi. Ada banyak jenis kasus, yang berikhtisar dari gambaran panjang dan rinci dari peristiwa yang terjadi selama suatu periode beberapa tahun dalam sebuah organisasi hingga gambaran singkat dari kejadian khusus dalam kehidupan seorang pemimpin.

Permainan dan simulasi bisnis
Permainan dan simulasi bisnis telah digunakan selama bertahun-tahun untuk pelatihan manajemen. Sama seperti dengan kasus, simulasi meminta para trainee untuk menganalisis masalah rumit dan membuat keputusan. Namun tidak seperti kasus para trainee harus berhadapan dengan konsekuensi dari keputusan mereka.

Belajar dari Pengalaman
Banyak keterampilan yang penting bagi kepemimpinan yang efektif itu dipelajari dari pengalaman dibanding dari program pelatihan formal. Penugasan ke posisi administrasi memberikan sebuah kesempatan untuk mengembangkan dan meperbaharui keterampilan kepemimpinan selama kinerja kewajiban tugas biasa. Para atasan memberikan pelatihan dan pengajaran dapat memnantu para manajer menerjemahkan pengelaman mereka dan mempelajari keterampilan baru. Para peneliti di pusat kepemimpina kreatif telah mempelajari hubungan antara jenis pengalaman kerja tertentu dan pengembangan kepemimpinan. Studi ini menunjukkan bahwa belajar dari pengalaman dipengaruhi oleh:
• Jumlah tantangan
Sebuah situasi yang menantang adalah situasi di mana terdapat masalah yang tidak biasa yang harus dipecahkan, halangan sulit untuk diatasi, dan keputusan beresiko yang harus dibuat. Penelitian di CCL menemukan bahwa tantangan adalah paling besar dalam pekerjaan yang meminta manajer untuk menghadapi perubahan, mengambil tanggung jawab untuk masalah jarak penglihatan yang tinggi, mempengaruhi orang tanpa kewenangan, menangani tekanan eksternal, dan bekerja tanpa banyak pedoman atau dukungan dari atasan.
• Beragam tugas atau penugasan
Pertumbuhan dan pembelajaran lebih besar saat pengalaman kerja itu beragam dan juga menantang. Pengalaman kerja yang beragam meminta para manajer untuk beradabtasi dengan situasi baru dan menghadapi jenis masalah yang baru.
• Umpan balik yang relevan
Terjadi lebih banyak pembelajaran selama penugasan operasional saat orang mendapatkan umpan balik yang akurat mengenai perilaku mereka dan konsekuensinya dan menggunakan umpan balik untuk menganalisis pengalaman mereka dan belajar darinya.

Aktivitas Pengembangan
Sejumlah aktivitas dapat digunakan untuk memudahkan pembelajaran keterampilan yang relevan dari pengalaman di pekerjaan. Aktivitas pengembanagan ini dapat digunakan untuk menambahkan peletihan informal oleh atasan atau rekan kerja, dan kebanyakan dari mereka dapat digunakan sejalan dengan program pelatihan formal. Sebagai contoh umpan balik multi sumber dari tempat kerja diberikan kepada partisipan dalam suatu program pelatihan kepemimpinan. Setiap jenis aktivitas atau teknik akan ditinjau dan dievaluasi secara singkat.

Aktivitas untuk memudahkan pengembangan kepemimpinan
• Lokakarya umpan balik multi sumber
• Pusat penilaian pengembangan
• Penugasan khusus
• Rotasi pekerjaan
• Pembelajaran tindakan
• Pengajaran (mentoring)
• Pelatihan eksekutif
• Program tantangan luar ruangan
• Program pertumbuhan pribadi


Aktivitas Membantu Diri Sendiri
Fokus dari pembahasan ini mengenai apa yang dapat dilakukan organisasi untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan dari para anggotanya, bukan mengenai apa yang dapat dilakukan seseorang untuk mengembangkan keterampilan mereka sendiri. Meski demikian, aktivitas membantu diri sendiri memberikan pendekatan lain untuk memperkuat keterampilan kepemimpinan. Terdapat banyak teknik membantu diri sendiri untuk meningkatkan kepemimpinan, termasuk buku praktis, kaset video komersial, dan program komputer interaktif.
Pedoman untuk pengembangan diri dari keterampilan kepemimpinan
• Mengembangkan visi pribadi dari sasaran karir
• Mencari mentor yang tepat
• Mencari tugas yang menantang
• Meningkatkan pengawasan diri
• Mencari umpan balik yang relevan
• Belajar dari kesalahan
• Belajar memandang peristiwa dari berbagai perspektif
• Bersikap skeptis dari jawaban yang mudah

Kondisi yang Memfasilitasi Bagi pengembangan Kepemimpinan
Apapun metode pengembangan yang digunakan, perolehan keterampilan kepemimpinan difasilitasi oleh berbagai kondisi dalam organisasi. Kondisi ini membantu menentukan berapa banyak pelatihan yang diberikan, berapa banyak tantangan pekerjaan yang dialami orang, berapa banyak umpan balik yang diberikan, berapa banyak orang yang terdorong untuk mempelajari keterampilan baru, berapa banyak orang yang termotivasi untuk membantu orang lain belajar, dan bagaimana orang menerjemahkan kesalahan dan kegagalan. Beberapa kondisi yang paling penting adalah :
• Dukungan dari atasan
Atasan langsung memiliki pengaruh besar pada pengembangan kepemimpinan seseorang. Sayangnya, banyak atasan yang gagal melakukan hal-hal yang diperlukan untuk memudahkan pengembangan keterampilan kepimpinan para bawahan.
Seorang atasan yang tidak memahami pentingnya pelatihan dan mentoring tidak dapat memberikan banyak hal mengenai hal itu kepada bawahan.
• Iklim belajar
Jumlah pelatihan dan pengembangan manajemen yang terjadi dalam sebuah organisasi sebagian bergantung pada sikap dan nilai yang berlaku mengenai pengembangan, terkadang disebut dengan “iklim belajar”. Kondisi umum ini memperbesar pengaruh dari atasan langsung seorang manajer.
• Kriteria pengembangan untuk keputusan penempatan
Saat ini, kebanyakan organisasi tidak mebuat penugasan pekerjaan yang secara ekspilisit memberikan kesempatan pengembangan yang memadai dan sebuah gerak maju logis dari pembelajaran. Ide menggunakan penugasan pekerjaan untuk pengembangan kepemimpinan adalah agak tidak seimbang dengan pendekatan tradisional untuk seleksi dan penempatan dalam sebuah organisasi, yang mencari kecocokan yang baik antara keterampilan manajer dengan persyaratan pekerjaan.


Perspektif Sistem Mengenai Pengembangan Kepemimpinan
Perbedaan umum antara program pelatihan formal, aktivitas pengembangan, dan aktivitas membantu diri sendiri adalah berguna hingga satu titik, tetapi hal ini menyatakan secara tidak langsung bahwa kategori itu sama-sama eksklusifnya.

Hubungan antar pendekatan
Pembelajaran diperoleh dari suatu pendekatan dapat memudahkan atau memperkuat pembelajaran dari pendekatan lainnya. Sebagai contoh, aktivitas yang membantu diri sendiri seperti menggunakan program interaktif komputer dapat berguna untuk menyiapkan penugasan pekerjaan. Kursus singkat atau lokakarya berguna untuk menyiapkan seseorang untuk penugasan operasional khusus, atau memperkuat keterampilan yang diidentifikasikan sebagai kekurangan dalam pusat penilaian pengembangan atau umpan balik360 derajat.

Mengintegrasikan aktivitas pengembangan
Dalam banyak organisasi hanya ada sedikit integrasi dari aktivitas pelatihan dan pengembangan kepemimpinan satu sama lain atau dengan praktik sumber daya manusia yang terkait seperti penilaian kerja, konseling karier, dan perencanaan suksesi. Keputusan mengenai jenis pelatihan dan pengembangan yang disediakan sering dipengaruhi oleh metode baru dan hal yang dibesar-besarkan oleh pemasok bikannya oleh analisis sistematis dari kompetensi penting yang harus diperkuat.
Selengkapnya...

Tuesday, November 15, 2011

Six steps to better marketing operations management

By Chetan Saiya (CEO, Assetlink Corporation)
Published by The Wise Marketer in June 2005.

A number of factors conspire against marketers these days, making it hard to execute, monitor, and measure marketing operations manually. Here, Assetlink details six steps to aid the troubled CMO...

Shorter product life cycles, simultaneous global product launches and increased focus on multi-channel, integrated campaign management are making it impossible to execute marketing processes manually. In addition Sarbanes-Oxley compliance is forcing marketing organizations to demonstrate transparency and accountability of their operations. As a result the CMO is challenged with instituting efficient and measurable marketing processes.

Culturally, introducing efficiencies into the marketing function is not easy. Marketing teams pride themselves for their strategic thinking and creative skills. Efficient marketing operations management (MOM) often takes a back seat. The problem is further aggravated by heavy dependence on external partners for advertising, promotions, creative design and production. Well thought-out change management practices, combined with the right technology, can help dramatically improve marketing efficiencies. Consequently, marketing teams become more available for greater strategic and creative thinking by automating mundane activities.

Six steps to marketing efficiencies
Using a Marketing Operations Management (MOM) solution, the CMO can create a marketing culture that will streamline marketing processes at both the operational and campaign level, will propel the organization to reduce waste, and will drive higher revenue returns. It is not as difficult as you may think if you leverage the MOM technology and follow these six simple steps:

1. Communicate marketing objectives
All too often, marketing teams tend to repeat the marketing campaigns from one year to another based on their historical returns. The future value often changes based on market trends and competitive environment. This misalignment of business objectives and marketing execution is one of the biggest sources of inefficiencies.

Rigorous quantification of business objectives into marketing performance indicators (MPI) result in Marketing Scorecards, that can help the CMO to consistently communicate marketing objective. MPIs such as brand awareness, market share, leads, customer satisfaction, etc. help marketing teams to align and fine-tune their marketing mix to achieve the marketing objectives. In addition, it helps marketing management to monitor if these objectives are being achieved during the course of execution of marketing activities.
2. Define marketing plans
Most marketing planning and budgeting activities tend to be manual, iterative and ad hoc exercises. The final plans are hidden behind mountains of spreadsheets and documents that are not visible to most stakeholders until the last minute. This results in constant and unnecessary urgencies and causes wasteful crisis-driven operations.

Marketers need to define and create a standard, enterprise-wide online template that stores all the captured information as structured document. This will help marketers ensure the consistency of information, improve collaboration (among authors of the strategic plans and with upper management for the plan review) and automate the generation of reports showing the effect of marketing strategy with respect to marketing objectives, channels, segments and products. Marketers also need to define a consistent format for building an operational plan in terms of marketing activities or initiatives. For example, each marketing activity should have clearly defined parameters such as marketing objectives, products, segments, channels, expected results, etc., in addition to the budget and execution schedule. Taking the time to define a clear and consistent plan-template will ensure that the operational plan data is uniform throughout the organization, has the ability to automate the consolidation of budgets for financial analysis and can generate reports showing break-up of budgets by marketing objectives, channels, segments and products.

3. Track marketing budgets
Today, marketing managers and marketing/financial controllers are forced to spend a significant amount of time tracking budgets for marketing activities, tracking the associated invoices and following up with vendors for payments. Marketing related financial information tends to be processed three times; first, by marketing manager in their Excel spreadsheets, next by the marketing controller in their Access database, and finally by the finance department in the ERP system. As a result, marketing groups have great difficulty adjusting budgets in response to new market and business realities since none of the information on budgets, commitments and spends is current. This makes it almost impossible for marketers to generate reports correlating their budgets with various marketing and business parameters, so it is never really clear to them where the money is being spent.

By creating a single, online centralized system that integrates financial reporting with operational planning tools, marketers can submit the requests for purchase orders and forward invoices to the controllers. They can also share and integrate forecasting and financial scheduling data, track vendor information, vendor estimates and invoices. More importantly, automating the budgeting functions enables marketers to make instantaneous adjustments in both budget and strategy to ensure optimum effectiveness.

4. Streamline and automate marketing workflows
All to often project managers in marketing service departments are charged with coordinating large numbers of marketing projects related to product launches, advertising, promotions, sponsorships and events between marketing managers and external service providers using rudimentary tools such as spreadsheets and e-mails. Their communications with both marketing managers and external partners tends to be ad hoc, subjective and non-uniform, which leads to inconsistent results.

Marketers need to define both uniform processes and templates in order to streamline communications between different stakeholders. By providing project managers with an online tool that manages workflow, they are able to capture and communicate marketing briefs, track project timelines and assign work to external partners. Further, by automating the tracking function, managers can use this information to integrate with operational planners and generate marketing briefs for executing marketing activities and integrate with budget managers to track vendor estimates and invoices per project.

5. Control marketing assets and improve reuse
Much time, effort and money is wasted due to a marketer's inability to control and manage their marketing assets. Traditionally, product and advertising photos, marketing collateral, logos, etc. are scattered across several media silos, geographical regions, marketing and product teams and even external agencies. Marketing managers and marketing services groups are forced to spend a significant amount of time and effort searching for them and wind up paying a substantial amount of money to external agencies for fulfilment of their requests. This inconvenience of accessing and retrieving marketing assets results in recurring repurchases and redesigns leading to further cost overruns and time delays.

To overcome these obstacles, CMOs need to create a repository that houses all of their marketing assets and provides controlled access to employees and partners. For instance, by instituting a template driven artwork adaptation system, the marketing department can eliminate graphics production costs and time delays related to the modification of office stationery, customer communications pieces, marketing collateral and promotional items. By housing marketing assets in one centralized location, the entire marketing group will dramatically enhance the reuse of existing assets, resulting in huge cost and time savings.

6. Manage brands
One of the most important and over-looked components of an effective marketing strategy is managing your company's brand assets. As a CMO, you need to articulate both your brand strategy and brand essence to your marketing managers and define creative guidelines for external agencies if you want to ensure the consistent and accurate expressions of brands. All too often, companies find themselves investing a significant amount of money and effort in producing and distributing brand books and building and maintaining specialized brand websites. However, the information presented tends to be overwhelming, outdated and represents a "one-way communication" from the corporate headquarters to the markets.

Savvy marketers know that by implementing a collaborative environment that enables brand managers and external suppliers to contribute brand related content, without requiring them to be experts in Internet technologies, results in the organization's ability to access the most up-to-date visual identity elements and track its usage.

Changes to processes can reap big benefits
Achieving marketing efficiencies requires a combination of marketing skills and operations management. The biggest hurdle in achieving marketing efficiencies is assessing the current situation in an objective manner, clearly articulating the benefits, managing assets and proving program results. So before you rush to execute "the next big thing" create an environment that encourages dialog with your current marketing team, identifies areas of opportunities and defines objectives and results.

By leveraging technology, marketing objectives can be clearly defined in quantitative terms (hard numbers) and ROI can be easily calculated proving greater efficiencies to your marketing operations.
Selengkapnya...

Friday, October 28, 2011

Perubahan yang Harus Dilakukan oleh Fakutas Ekonomi Universitas Hasanuddin

Fakutas Ekonomi Universitas Hasanuddin sebagai salah satu lembaga sektor publik memerlukan perubahan organisasional. Perubahan ini untuk merespon lingkungan organisasi yang mendesak adanya perbuahan internal dan juga pengembangan. Namun perubahan yang terjadi seharusnya bersifat incremental changes atau perubahan secara perlahan-lahan. Hal ini dilakukan agar semua stakeholders yang ada dalam Fakultas Ekonomi dapat menerima dan melakukan perubahan ini dengan baik, tentunya melalui berbagai persiapan. Untuk melakukan perubahan ini harus dimulai oleh salah satu stakeholders baik itu birokrasi maupun oleh mahasiswa FE UH.
Dorongan untuk melakukan perubahan di Fakultas Ekonomi Unhas lebih banyak dipengaruhi oleh desakan internal yaitu oleh mahasiswa. Para mahasiswa menginginkan perubahan dalam berbagai bidang, selain itu ada juga desakan lingungan external seperti persaingan dengan Fakultas Ekonomi lainnya dan juga desakan untuk meningkatkan kualitas. Fakultas Ekonomi yang memiliki Visi menjadi salah satu Fakultas Ekonomi terkemuka haruslah melakukan perubahan ini, karena tanpa melakukan perubahan itu visi tersebut akan sulit terwujud.
Beberapa hal yang dirasa mendesak untuk dilakukan perubahan di Fakutas Ekonomi adalah :
1.Perubahan Birokrasi FE UH
Birokrasi FE UH selama ini dianggap kurang memperhatikan mahasiswa, mereka sibuk dengan urusan pencitraan semu, tanpa berusaha membangun hubungan harmonis dengan mahasiswa. Pihak Fakultas tidak pernah melakukan komunikasi efektif dengan mahasiswa untuk mengetahui apa sebenarnya yang mereka butuhkan daam proses perkuliahan. Para birokrat ini hanya sibuk melakukan perbaikan pada bidang-bidang yang tidak memiliki efek langsung kepada mahasiswa, contohnya perbaikan pintu masuk fakultas, aula, dan lain-lain, sementara fasilitas yang sebenarnya lebih mendesak untuk diperbaiki justru mereka lupakan seperti perbaikan kelas, kantin, penmbahan buku perpustakaan dll.
2.Perubahan Pelayanan Akademik
Pelayan akademik di Fakultas Ekonomi ini mendapatkan sorotan paling besar dari mahasiswa. Mereka merasa belum mendapatkan pelayanan prima dari pihak akademik. Bahkan ada beberapa mahasiswa mengatakan petugas akademik hanya makan gaji buta karena disaat mahasiswa membutuhkan bantuan dalam bidang akademik, mereka justru terlihat cuek-cuek saja. Oleh karena itu harus dilakukan perubahan dalam pelayanan akademik, dengan lebih cepat tanggap terhadap mahasiswa yang memerlukan pelayanan akademik.
3.Perubahan dalam sistem pengisian KRS online
KRS online memang sudah dirasa perlu diterapkan di Fakutas Ekonomi untuk mempermudah mahasiswa dalam melakukan pengisian krs. Tetapi masalah yang terjadi justru pelayanan krs online dirasa belum cukup maksimal dilaksanakan, pihak akademik fakultas masih terlihat kurang siap dalam melakukannya. Hal ini terlihat dari krs online yang masih sering bermasalah, dan belum sepenuhnya online karena mahasiswa harus kembali meminta tanda tangan dari penasehat akademik.
4.Perubahan fasilitas
Fasilitas di Fakultas Ekonomi dirasa belum cukup memadai untuk membuat proses perkuliahan lebih efektif. Kelas yang panas karena tidak adanya pendingin udara sangat menggangu mahasiswa maupun dosen, selain itu kantin yang kurang bersih dan juga toilet yang kotor harus segera dilakukan perbaikan.
5.Penerapan SCL masih kurang
Sistem study center learning yang diterapkan di Fakutas Ekonomi belum dilakukan sepenuhnya oleh para dosen, karena masih banyak dosen yang belum membuka peran aktif mahasiswa dalam proses perkuliahan. Dosen seolah-olah masih menjadi penguasa di ruang kuliah dan menjadi sumber ilmu yang mutlak harus diikiuti.

Berbagai perubahan yang terjadi di Fakutas Ekonomi baru akan terwujud jika ada peran aktif dari semua stakeholders yang ada. Perubahan ini tidak harus secara tranformasional, tetapi lebih efektif jika dilakukan secara incremental agar semua bisa menerima perubahan dengan baik.
Selengkapnya...

Tipe Kepemimpinan Partisipatif

Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim.

Gaya kepemimpinan partisipatif lebih menekankan pada tingginya dukungan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan tetapi sedikit pengarahan. Gaya pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai “partisipatif” karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya partisipatif ini, pemimpin dan bawahan saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.

Dalam aktivitas menjalankan organisasi, pemimpin yang menerapkan gaya ini cenderung berorientasi kepada bawahan dengan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibandingkan mengawasi mereka dengan ketat. Mereka mendorong para anggota untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.

Selain itu gaya ini berupaya untuk meningkatkan kesadaran bawahan terhadap persoalan-persoalan dan mempengaruhi bawahan untuk melihat perspektif baru. Melalui gaya ini, pemimpin terus merangsang kreativitas bawahan dan mendorong untuk menemukan pendekatan-pendekatan baru terhadap masalah-masalah lama. Bawahan didorong untuk berpikir mengenai relevansi cara, sistem nilai, kepercayaan, harapan, dan bentuk organisasi yang ada. Bawahan didorong untuk melakukan inovasi dalam menyelesaikan persoalan dan berkreasi untuk mengembangkan kemampuan diri, didorong untuk menetapkan tujuan atau sasaran yang menantang. Dengan kata lain, bawahan diberi kesempatan untuk mengekspresikan dan mengembangkan dirinya melalui tugas-tugas yang dihadapinya. Pemimpin gaya partisipatif menunjukkan perilaku dan perhatian terhadap anak buah yang sifatnya individual (individual consideration). Artinya dia bisa memahami dan peka terhadap masalah dan kebutuhan tiap-tiap anak buahnya. Hal ini tercermin dari persepsi anak buah yang merasa bahwa sang pemimpin mampu memahami dirinya sebagai individu. Setiap anak buah merasa dekat dengan pemimpinnya dan merasa mendapat perhatian khusus. Perhatian individual dapat berupa aktivitas pembimbingan dan mentoring, yang merupakan proses pemberian feedback yang berkelanjutan dan pengkaitan misi organisasi dengan kebutuhan individual sang anak buah. Dengan demikian anak buah akan merasakan pentingnya berusaha dan bekerja semaksimal mungkin atau menunjukkan kinerja yang tinggi karena itu terkait langsung dengan kebutuhannya sendiri. Bawahan lebih merasa memiliki respek terhadap atasan yang kompeten dibandingkan atasan yang lebih mengedepankan aspek struktur.
Gaya kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha seorang pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi oleh orang lain dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin itu sendiri. Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan (Yukl, 1998). Adapun aspek-aspek dalam gaya kepemimpinan partisipatif mencakup konsultasi, pengambilan keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi dan manajemen yang demokratis. Indikator langsung dari adanya kepemimpinan partisipatif ini terletak pada perilaku para pengikutnya yang didasarkan pada persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan yang digunakan (Riyono dan Zulaifah, 2001).

Partisipatif adalah berkaitan dengan tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Seorang pengikut atau bawahan pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan suatu tugas yang diberikan. Ketidakinginan mereka itu seringkali disebabkan karena kurangnya keyakinan. Namun bila mereka yakin atas kemampuannya tetapi tidak mau maka keengganan mereka untuk melaksanakan tugas tersebut lebih merupakan persoalan motivasi dibandingkan persoalan keamanan. Dalam kasus-kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dau arah dan secara aktif mendengar dan mendukung usaha-usaha para pengikut untuk menggunakan kemampuan yang telah mereka miliki. Dengan demikian gaya yang mendukung, tanpa mengarahkan, partisipatif mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi untuk diterapkan bagi individu dengan tingkat kematangan seperti ini. Gaya ini disebut partisipatif karena pemimpin atau pengikut selain tukar-menukar ide dalam pembuatan keputusan, dengan peranan pimpinan yang utama memberikan fasilitas dan berkomunikasi. Gaya ini melibatkan perilaku hubungan kerja yang tinggi dan perilaku berorientasi tugas yang rendah. Pada gaya kepemimimpinan ini, seorang pengikut memungkinkan untuk mengemukakan ide atau gagasan yang dimilikinya sehingga mereka memperoleh kesempatan untuk mewujudkan perannya dalam kelompok, dimana mereka memiliki kemampuan yang setiap saat dapat diberdayakan pemimpin bagi kemajuan kelompok dan organisasi yang dikutinya.

Alasan saya menyukai tipe kepemimpinan partisipatif :

Secara sadar kita ingin membangun kemampuan tim kita. Tetapi ketika kita akan membuat keputusan, apakah kita akan melibatkan anggota tim ataukah kita buat keputusan sendiri dengan alasan untuk menghemat waktu ? Seorang pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan tim dalam membuat beberapa keputusan kunci, bukan seluruh keputusan.

Tapi pertama-tama, mari kita lihat mengapa ada manager yang tidak terlalu partisipatif ? Alasan utama ialah karena mereka berpikir bahwa mereka harus terlihat kuat, tegar, independen dan tegas; agar bisa dilihat sebagai manager yang efektif. Mereka merasa bahwa kalau menerapkan kepemimpinan partisipatif maka mereka terlihat lemah atau tidak tegas. Memang pada organisasi yang anggotanya masih memiliki pandangan "bergaya lama", anggota tim atau pekerja/staf berharap agar manager mereka mampu membuat keputusan dan tidak perlu meminta masukan dari anggotanya. Di pihak lain, beberapa manager memang masih senang dengan perasaan memiliki kontrol dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Yang terakhir, keterbatasan waktu kerap mendorong para manager untuk membuat keputusan sendiri.

Konsep kepemimpinan partisipatif tentunya diperkenalkan karena sejumlah keunggulan yang dimilikinya. Mengapa kita perlu mengadopsi gaya kepemimpinan partisipatif? Sekarang ini, begitu banyak staf yang pandai, profesional yang memiliki keterampilan dan kemampuan yang tinggi. Memotivasi para staf yang pandai dan profesional bisa dimulai dengan membuat mereka merasa dihargai. Tidak ada yang lebih sederhana dan baik untuk membuat mereka merasa dihargai selain meminta mereka, secara ikhlas, memberikan saran. Kita bisa menepuk punggung mereka dan menghargai apa yang sudah mereka lakukan tetapi ini tidak seefektif memotivasi melalui pelibatan mereka dalam pembuatan keputusan. Alasan kedua pada dasarnya merupakan akibat dari yang pertama. Staf yang terlibat dalam pembuatan keputusan akan lebih merasa memiliki terhadap program.

Tambahan lagi, sebagian besar pekerjaan kita sehar-hari menuntut orang untuk berpikir dan memecahkan masalah. Pekerjaan kita pada dasarnya juga adalah pekerjaan mental (mental work). Bila suatu tim perlu berpikir kreatif untuk memecahkan masalah, meningkatkan produktivitas atau efektivitas program; maka cara terbaik untuk mencapai mental work melalui staf adalah dengan meminta saran mereka.

Pertanyaan yang menggelitik adalah apakah kita sudah benar-benar menerapkan kepemimpinan partisipatif? Bila kita meminta saran dan masukan dari staf untuk meningkatkan kualitas keputusan yang akan dibuat, tetapi pada akhirnya kita mementahkan segala masukan itu; apakah itu dapat kita sebut sebagai kepemimpinan partisipatif ?

Saya pikir, ada hal penting yang harus dimiliki seorang manager untuk bisa menerapkan kepemimpinan partisipatif secara pas. Dia harus memiliki pandangan positif tentang staf. Seorang manager harus menempatkan atau memandang staf sebagai kekayaan/asset yang mampu (capable) memberikan sumbangan pemikiran. Seorang manager juga perlu open minded atau berpikiran terbuka. Hal ini mutlak diperlukan karena kadang atau bukan tidak mungkin, masukan dari staf berdeda atau bahkan bertentangan dengan pemikiran awal para manager. Yang terakhir, positive thinking. Manager yang memiliki pikiran positif tidak akan secara serta merta menduga apalagi menuduh staf yang berpikiran 'berbeda' sebagai penentang. Hanya manager yang berpikiran positif yang akan mampu membaca "kemurnian" ide dan saran staf. Manager yang pikirannya diwarnai dengan segala macam hal negatif tentang staf, akan sulit menerima saran dan masukan dari staf. Pada akhirnya, masukan dari staf tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Bila ini terjadi, maka pelibatan staf dalam pembuatan keputusan hanya bersifat semu. Bukan yang sebenarnya.

Singkat kata, saya percaya bahwa kepemimpinan partisipatif hanya bisa dijalankan oleh manager yang telah memiliki kesiapan dan kematangan. Sikap dan pandangan manager
yang belum siap dan matang; yang dicirikan oleh ketidaksiapan menerima masukan yang berbeda, pandangan 'curiga' dan 'tidak percaya' pada kesungguhan dan kemurnian pemikiran staf; justru akan menjadi bumerang bagi organisasi, tim atau perusahaan. Alih-alih merasa dihargai, staf justru akan merasa dipermainkan dan tidak dihargai.

Sudahkah kita menjalankan kepemimpinan partisipatif ? Tentu tidak mudah kita menemukan jawabannya. Apalagi bila kita belum bisa 'membaca' dan 'memahami' staf atau anggota tim kita.
Selengkapnya...

Tuesday, October 25, 2011

Bina Marga

Bagi teman-teman yg punya akun Youtube Please buka Video ini dan like yah......
Terima Kasih sebelumnya


Selengkapnya...

Wednesday, October 5, 2011

Dasar – Dasar Perilaku Kelompok

PERILAKU ORGANISASI (PO) atau OB
Bab 9:
Dasar – Dasar Perilaku Kelompok

Definisi dan klasifikasi Kelompok.
Dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantung, bergabung untuk mencapai sasaran tertentu.

1. Formal : Kelompok kerja yang ditetapkan dan didefinisikan oleh struktur organisasi.
2. Informal : Kelompok yang tak berstruktur formal maupun secara organisasioal timbul sebagairespons terhadap kebutuhan akan kontak sosial.
3. Komando : (Pasti kelompok Tugas)
Kelompok yang terdiri ats individu – individu yang melapor secara langsung pada manajer.
4. Tugas : Dibuat untuk suatu tugas tertentu. (Memotong/lintas organisasi)
Mereka bekerja sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
5. Kepentingan : Pekerjaan dilakukan bersama untuk tujuan khusus yg sesuai dengan kepentingan masing masing.
6. Persahabatan : Mereka berkumpul bersama karena satu atau lebih kesamaan kesamaan karakteristik.

Alasan Berkelompok :
Keamanan , Status, Harga diri, afiliasi, Kekuatan, Pencapaian Tujuan.

Tahap-tahap Perkembangan kelompok.
Model 5 Tahap.
1. Pembentukan
Cirinya : tujuan ,struktur dan kepemimpinannya siapa ? Banyak ketidak pastian.
2. Konflik
Cirinya : Walaupun terbentuk tapi ada penolakan anggota terhadap aturan
3. Normalisasi
Cirinya : perasaan Kohesif, identitas dan persahabatan/hubungan yang dekat. Ada definisi umum tentang kelompok..
4. Berkinerja
5. Cirinya : Karena fungsi sudah jelas maka dilaksanaan tugas. (pada kelompok permanen, selesai pada tahap ini)
6. Pembubaran
Cirinya : Penyelesaian aktifitas.
Pergerakan dari ke 5 tahap ini bisa maju mundur.

Model alternatif untuk Kelompok sementara dengan tengat waktu.
Sementara dengan Tengat.
Adalah Kelompok yang dibentuk untuk waktu tertentu saja.
Urutan tindakannya dalam model equilibrium tersebar adalah :
Fasa I (pertemuan pertama)
1. Arah Kelompok
2. Fasa Kelembaman (ketidak aktifan)

Fasa II (sudah separuh waktu tugas).
3. Fasa Transisi (sudah separuh waktu tugas terlampaui).

4. Transisi ke perubahan Utama

5. Transisi ke tidak aktifan.

Fasa terakhir untuk penyelesaian tugas
Hal-Hal mengenai kelompok : Peran, Norma, Status, Ukuran, Kekohesifan.
Kelompok kerja adalah sekumpulan orang yang terorganisir memiliki hal-hal mengenai ; peran, norma,status,ukuran,kekohesifan.

Peran
Seperangkat pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam unit social.
Dalam kehidupan ,seseorang melakukan beberapa peran berbeda dalam periode waktu yang sama.

1. Identitas peran : Sikap dan perilaku sebenarnya, yg konsisten dgn perannya saat itu dan bias berubah-ubah tergantung peran..
2. Persepsi peran : Bagaimana orang lain mengakui cara bertindak dlm situasi tertentu. Hal tsb dapat dipelajari atau mencontoh.
3. Harapan peran : Harapan orang lain pada kita untuk bertindak dlm situasi tertentu.
4. Kontrak tdk tertulis : Suatu kesepakatan tdk tertulis antar karyawan dan majikan tentang perilaku apa yang diharapkan dari kedua pihak.
5. Konflik peran : Keadaan saat individu dihadapkan pada pengharapan peran yg berlainan. Hal tersebut terjadi karena peran berbeda dari individu dalam satu kurun waktu.

Norma
Suatu standard perilaku yg dapat diterima yg digunakan bersama oleh kelompok,
Misalnya ; jangan mengkritik atasan dimuka umum.

Konformitas : Penyesuaian perilaku seseorang agar sesuai dengan norma kelompok.

Status :
Posisi yang didefinisikan secara sosial yang diberikan pada kelompok atau anggota kelompok lain.

Apa yang menentukan status ?

Teori karakteristik status :
Perbedaan dalam karakteristik status menciptakan hirarki dalam kelompok.

Status dan norma :
Semakin tinggi status seseorang dalam kelompok, maka konfirmitas semakin longgar dan itu mungkin selama tidak merusak pencapaian tujuan kelompok.

Perilaku menyimpang ditempat kerja :
Perilaku disengaja yang melanggar norma-norma organisasi secara signifikan dan mengancam kesejahteraan organisasi atau anggota-anggotanya.

Status dan Interaksi kelompok :
Semakin tinggi seseorang dlm kelompok maka semakin tegas, terbuka, berani. Tapi bagi yang berstatus rendah namun punya kemampuan akan tidak terakomodasi, sehingga kinerja kelompok akan berkurang.

Keadilan (Persamaan) status :
Keadilan penting sesuai dgn tingkat status yg dicapai agar organisasi lancar.
Jika harapan tidak terjadi maka keharmonisan kerja akan terganggu.
Status dan budaya :
Sangat terkait krn status di satu negara penentuannya bisa beda dng negara lain (misal : keturunan atau pendidikan atau seniorits ,dll). Sehingga status yang tinggi untuk suatu peran di satu Negara bisa tidak berarti di Negara lain.

Ukuran
Ukuran kelompok yg tdk terlalu besar malah lebih efektif dari yg besar.

Kemalasan sosial
Kecenderungan seseorang untuk mengeluarkan usaha lebih sedikit ketika bekerja secara kolektif dibandingkan jika secara individual. Semakin heterogen suatu kelompok maka semakin baik hasilnya, tetapi budaya yang beragam cukup mempersulit kerja dalam waktu pendek.

Kekohesifan/keterpaduan.
Suatu tingkat dimana para anggota kelompok saling tertarik dan termotivasi untuk tetap dalam kelompok. Kekohesifan ini berhubungan dengan produktifitas.
Pengambilan keputusan kelompok
Timbul dari keyakinan pendapat dua orang lebih baik dari satu.

Keunggulan pengambilan keputusan kelompok.
Kelompok dapat menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih lengkap dan membawa heterogenitas dalam pengambilan keputusan.

Kelemahan pengambilan keputusan kelompok.
Waktu yang lebih banyak, tekanan konformitas dan keinginan untuk diterima dalam kelompok dapat mengganggu putusan yang dibuat. Selain itu akan timbul ketidak jelasan tanggung jawab dan ada dominasi keputusan yang terjadi.

Efektifitas dan efisiensi.
Lebih akurat dari rata-rata anggota, tetapi kurang akurat disbanding anggota yang paling akurat dalam kelompok tsb. Biasanya, waktunyapun lebih lama dan kurang efisien dibanding individual.

Pemikiran kelompok dan pergeseran kelompok.
Kedua fenomena ini potensial untuk mempengaruhi kemampuan kelompok.

Pemikiran kelompok.
Fenomena yang menunjukkkan norma consensus melampaui pemikiran atas sejumlah alternative pemikiran yang lebih realistis.

1. Merasionalisasikan semua penolakan terhadap asumsi yang mereka buat.
2. Memberi tekanan langsung pada yang ragu.
3. Yang ragu akan meminimalkan keraguan mereka.
4. Ilusi dari kebulatan suara kelompok.

Pergeseran kelompok.
Perubahan resiko keputusan antara keputusan kelompok dan individu yang dibuat oleh anggota dalam kelompok dapat menjadi resiko yang konservatif atau lebih besar lagi.

Teknik-teknik pengambilan keputusan kelompok.

Kelompok yang berinteraksi :
Kelompok biasa dimana anggota berinteraksi dengan tatap muka. Hal ini dapat menekan ide-ide yang berbeda.

Tukar pikiran (Brainstorming).
Sebuah proses pembangkitan ide yang secara khusus mendorong semua alternative apapun dari tiap anggota kelompok dan sementara itu menahan kritik atas alternative-alternative tersebut.

Teknik kelompok nominal.
Sebuah metode pengambilan keputusan kelompok dimana para anggotanya bertemu secara tatap muka untuk menyatukan pemikiran mereka dengan cara sistematis tetapi independent.

Langkah-langkah yang terjadi :
1. Para anggota berkumpul sebelum ada diskusi dan menuliskan ide-ide mereka.
2. Satu ide dari masing-masing anggota di kumpulkan.
3. Ide-ide tersebut di diskusikan bersama.
4. Ide-ide tersebut diperingkat tiap anggota secara sendiri-sendiri sesuai masing-masing.
Dilakukan berulang sampai semua ide dibahas.

Pertemuan media elektronik.
Sebuah pertemuan dimana para anggota berinteraksi menggunakan computer yang dapat menjaga anonimitas dan agregasi suara.
Selengkapnya...

Emosi dan Suasana Hati

PERILAKU ORGANISASI (PO) atau OB
Bab 8
Emosi dan Suasana Hati

Afek adalah sebuah konsep yang meliputi baik emosi maupun suasana hati.
Emosi adalah perasaan-perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.
Suasana hati adalah perasaan-perasaan yang cenderung kurang intens dibandingkan emosi dan sering kali tanpa rangsangan kontekstual..

Hubungan Afek, Emosi dan Suasana Hati


Aspek Emosi :
1. Biologi emosi ; dipengaruji oleh system limbic otak yang terletak dekat batang otak. Sistem limbic lebih aktif pada orang-orang depresi, memperoleh informasi negative. Sistem limbic pada wanita lebih aktif daripada pria, sehingga wanita lebih mungkin terkena depresi.
2. Intensitas emosi; setiap orang memiliki kemampuan bawaan yang bervariasi untuk mengekspresikan intensitas emosional, misalnya ada yang jarang marah, tetapi ada yang sering marah. Berbagai pekerjaan menuntut emosi yang berbeda
3. Frekuensi dan Durasi; seberapa sering dan lamanya seseorang menampilkan emosinya.

Apakah emosi membuat kira irasional?
• Rasionalitas dan emosi saling bertentangan, dan jika menampilkan emosi, kemungkinanan anda akan berindak irasional.
• Para wanita diharapkan menghindari bersikap emosiaonal ditempat kerja sebab hal tersebut dapat merugikan karena dapat mempengaruhi penilaian orang lain terhadap kompetensi mereka.
• Emosi memberikan informasi penting mengenai bagaimana kita memahami dunia disekitar kita. • Kunci terhadap pengambilan keputusan yang baik adalah menerapkan pemikiran dan perasaan dalam suatu keputusan.

Apakah fungsi emosi ?
• Emosi sangat berguna karena memotivasi orang untuk terlibat dalam tindakan-tindakan penting agar dapat bertahan hidup; tindakan-tindakan seperti mengumpulkan makanan, mencari tempat berlindung, memilih pasangan, menjaga diri, dan memprediksi perilaku orang lain.
• Menurut teori Darwin dalam psikologi evolusioner menyatakan, kita harus mengalami emosi; apakah emosi positif atau emosi negative, karena hal ini berguna terhadap suatu tujuan.

Suasana hati sebagai afek positif dan negative
• Afek positif adalah dimensi suasana hati yang terdiri atas emosi-emosi positif spesifik seperti kesenangan, ketenangan diri dan kegembiraan serta kebosanan, kemalasan dan kelelahan.
Afek positif tinggi (Awas, senang, gembira, bahagia)
Afek positif rendah (sedih, depresi, bosan, capai)
• Afek negative adalah dimensi suasana hati yang terdiri atas kegugupan, stress dan kegelisahan, serta relaksasi, ketenangan dan keseimbangan.
Afek negative tinggi (tegang, gugup, tertekan, marah)
Afek negarif rendah (puas, tentram, rileks, tenang)

Sumber-sumber emosi dan suasana hati :
1. Kepribadian (contoh : emosional, analitis)
2. Hari dalam seminggu dan waktu dalam sehari (diawal minggu afek negative tertinggi dan afek positif terendah dan pada akhir minggu afek positif tertinggi dan afek negaif terendah)
3. Cuaca
4. Stress
5. Aktivitas social
6. Tidur
7. Olahraga
8. Usia
9. Gender

Korelasi Ilusif adalah kecenderungan orang-orang untuk mengasosiasikan dua kejadian yang pada kenyataannya tidak memiliki sebuah korelasi.

Batasan-batasan eksternal pada emosi
1. Pengaruh-pengaruh organisasional
2. Pengaruh-pengaruh cultural
• Apakah tingkat seberapa besar orang mengalami emosi bervariasi dalam setiap kultur?
• Apakah interpretasi orang atas emosi bervariasi dalam setiap kultur?
• Apakah norma untuk ekspresi emosi berbeda-beda dalam setiap kultur?

Kerja emosional adalah ekspresi seorang karyawan dari emosi-emosi yang diinginkan secara organisasional selama transaksi antrar personal ditempat kerja.
Ketidak sesuaian emosional adalah inkonsistensi antara emosi yang kita rasakan dan emosi yang kita proyeksikan.

Emosi yang dirasakan versus emosi yang ditampilkan
Emosi yang dirasakan adalah emosi sebenarnya seorang individu
Emosi yang ditampilkan adalah emosi-emosi yang diharuskan secara organisasional dan dianggap sesuai dalam sebuah pekerjaan tertentu
Berpura-pura dipermukaan adalah menyembunyikan perasaan mendalam seseorang dan menghilangkan ekspresi-ekspresi emosional sebagai respons terhadap aturan-aturan penampilan
Berpura-pura secara mendalam adalah berusaha mengubah perasaan mendalam seseorang berdasarkan aturan-aturan penampilan

Apakah pekerjaan-pekerjaan yang menuntut secara emosional dibayar lebih tinggi?
• Untuk pekerjaan-pekerjaan yang menuntut secara kognitif, tuntutan emosional yang semakin besar akan dibayar lebih besar
• Untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak menuntut secara kognitif, tuntutan emosional yang semakin besar akan dibayar lebih kecil

Teori Peristiwa afektif adalah sebuah model yang menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa di tempat kerja menyebabkan reaksi-reaksi emosional di bagian karyawan yang kemudian mempengaruhi sikap dan perilaku ditempat kerja. Teori ini dimulai dengan :
• Mengenali bahwa emosi adalah sebuah respons terhadap peristiwa dalam lingkungan kerja,
• Lingkungan kerja meliputi semua hal yang melingkupi pekerjaan tersebut; beragam tugas dan tingkat otonomi, tuntutan pekerjaan dan persyaratan-persyaratan untuk mengekspresikan kerja emosional.
• Lingkungan ini menciptakan peristiwa-peristiwa kerja yang dapat berupa percekcikan, kegembiraan atau keduanya.
• Peristiwa-peristiwa kerja tersebut memicu reaksi emosi positif atau negative. Tetapi kepribadian dan suasana hati karyawan mempengaruhi mereka untuk merespons peristiwa tersebut dengan intensitas yang lebih besar atau lebih kecil.
• Teori Peristiwa afektif menyatakan bahwa :
1. Suatu episode emosional sebenarnya adalah serangkaian pengalaman emosional yang ditimbulkan oleh satu peristiwa tunggal serta mengandung elemen-elemen emosi dan siklus suasana hati
2. Emosi yang ada pada satu waktu mempengaruhi kepuasan kerja, bersama dengan latar belakang emosi.
3. Karena suasana hati dan emosi berfluktuasi dari waktu ke waktu, pengaruhnya pada kinerja juga berfluktuasi
4. Perilaku-perilaku yang didorong oleh emosi biasanya berdurasi pendek dan sangat bervariasi.
5. Karena cenderung tidak sesuai dengan perilaku yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah pekerjaan, emosi biasanya berpengaruh negative terhadap kinerja pekerjaan

Teori Peristiwa Afektif

Kepuasan kerja

Kinerja pada pekerjaan

Kecerdasan Emosional (EI) adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi serta mengelola petunjuk-petunjuk dan informasi emosional.
Kecerdasan emosional terdiri dari 5 (lima) dimensi, yaitu:
1. Kesadaran diri yaitu sadar atas apa yang anda rasakan
2. Manajemen diri yaitu kemampuan mengelola emosi dan dorongan-dorongan anda sendiri
3. Motivasi diri yaitu kemampuan bertahan dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan
4. Empati yaitu kemampuan meraskan apa yang dirasakan orang lain
5. Keterampilan social yaitu kemampuan menangani emosi-emosi orang lain

Kasus mendukung kecerdasan emosional :
1. Daya tarik intuituf : orang yang dapat mendeteksi emosi orang lain, mengendalikan emosi mereka sendiri dan menangani interaksi social dengan baik akan mempunyi kaki yang kuat untuk berada dalam dunia bisnis.
2. Kecerdasan emosional meramalkan criteria yang penting ; secara keseluruhan kecerdasan emosional berhubungan dengan kinerja.
3. Kecerdasan emosional berbasis biologis; orang yang memiliki nilai rendah pada kecerdasan emosional akan membuat keputusan yang lebih buruk.

Kasus menentang kecerdasan emosional :
1. Kecerdasan emosional adalah sebuah konsep yang samar, karena tidak jelas apakah menjadi sadar diri, dapat memotivasi, memiliki emati merupakan kecerdasan?.
2. Kecerdasan emosional tidak dapat diukur, karena ukuran masih beragam
3. Validitas kecerdasan emosional masih dipertanyakan, karena riset belum cukup banyak

Aplikasi-aplikasi perilaku keorganiasasian terhadap emosi dan suasana hati :
1. Seleksi
2. Pengambilan keputusan
3. Kreativitas
4. Motivasi
5. Kepemimpinan
6. Konflik antar personal
7. Negosiasi
8. Pelayanan pelanggan
9. Sikap kerja
10. Perilaku menyimpang di tempat kerja
11. Bagaimana para menajer mempengaruhi suasana hati
Selengkapnya...