Thursday, May 19, 2011

ORGANIZATION DEVELOPMENT

Tulisan ini saya ambil dari buku seri pedoman Manajemen , oleh Penerbit Gramedia. Tulisan ini adalah salah satu contoh cara pengembangan organisasi atau Organization Development (OD). Ada beberapa faktor yang bisa diambil pelajaran, dan bisa kita mulai diterapkan di organisasi masing masing, apapun bentuk organisasinya.

Pengembangan Organisasi
Lebih dikenal dengan organization development (OD) .Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana (planned change). Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan produk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan makin singkatnya daur hidup produk, serta perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan tiap orang.

Untuk dapat bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (OD).

Karena menyangkut perubahan sikap, persepsi,perilaku dan harapan semua anggota organisasi, OD di definisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan ahli, sistemis ,harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya.

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
• Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
• Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
• Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi.

Sasaran OD
Atas dasar asumsi asumsi diatas, proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi
2. hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
3. terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
4. berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi
Tulisan ini saya ambil dari buku seri pedoman Manajemen , oleh Penerbit Gramedia. Tulisan ini adalah salah satu contoh cara pengembangan organisasi atau Organization Development (OD). Ada beberapa faktor yang bisa diambil pelajaran, dan bisa kita mulai diterapkan di organisasi masing masing, apapun bentuk organisasinya.

Pengembangan Organisasi
Lebih dikenal dengan organization development (OD) .Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana (planned change). Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan produk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan makin singkatnya daur hidup produk, serta perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan tiap orang.

Untuk dapat bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (OD).

Karena menyangkut perubahan sikap, persepsi,perilaku dan harapan semua anggota organisasi, OD di definisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan ahli, sistemis ,harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya.

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
• Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
• Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
• Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi.

Sasaran OD
Atas dasar asumsi asumsi diatas, proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi
2. hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
3. terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
4. berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Tahap tahap Penerapan OD
Dalam menerapkan OD , organisasi memerlukan konsultan yang ahli dalam bidang perilaku dan pengembangan organisasi. Konsultan tersebut bersifat sebagai agen pembaruan (agent of change), dan fungsi utamanya adalah membantu warga organisasi menghadapi perubahan, melalui teknik teknik OD yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Proses penerapan OD dilakukan dalam empat tahap :
1. Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data. Dalam tahap ini konsultan mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen elemen di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah :
1. Fungsi utama tiap unit organisasi
2. Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi
3. Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing masing unit
4. Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar – kelompok dan antar individu dalam organisasi
2. Tahap diagnosis dan umpan balik. Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen elemen tersebut, diantaranya :
1. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi
2. Tanggung jawab : kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi
3. Identitas : kejelasan misi dan peran masing masing unit
4. Komunikasi ; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi
5. Integrasi ; hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis
6. Pertumbuhan ; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan , serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama
3. Tahap pembaruan dalam organisasi. Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
4. Tahap implementasi pembaruan. Tahap akhir dalam penerapan OD adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Dalam tahap ini konsultan bekerja secaa penuh dengan staf manajemen dan para penyelia. Kegiatan implementasi perubahan meliputi :
1. perubahan struktur
2. perubahan proses dan prosedur
3. penjabaran kembali secara jelas tujuan sera sasaran organisasi
4. penjelasan tentang peranan dan mis masing masing unut dan anggota dalam organisasi

Teknik teknik OD
Ada berbagai teknik yang dirancang para ahli, dengan tujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta bekerja secara efektif, antar-individu maupun antar-kelompok dalam organisasi. Beberapa teknik yang sering digunakan berikut ini.
• Sensitivity training, merupakan teknik OD yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelomok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubunga antar-pribadi.
• Team Building, adalah pendekatan yang bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks.
• Survey feedback. Dalam teknik sruvey feedback. Tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
• Transcational Analysis (TA). TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan.
• Intergroup activities. Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
• Proses Consultation. Dalam Process consultation, konsultan OD mengamati komunikasi , pola pengambilan keputusan , gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan pemecahan konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya , serta menganjurkan tindakan koreksi.
• Grip OD. Pendekatan grip pada pengembangan organisasi di dasarkan pada konsep managerial grip yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi.
• Third-party peacemaking. Dalam menerapkan teknik ini, konsultan OD berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu dan kelompok.
Selengkapnya...

TRAINING AND DEVELOPING HUMAN POTENTIAL

Pendahuluan
”The only way we can beat the competition is with people” demikian kata Robert J. Eaton, chief executive officer (CEO) Chyster Corporation, produsen mobil terkemuka di Amirika Serikat. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa meskipun kita dewasa ini berada di era teknologi canggih, peran SDM dalam menentukan keberhasilan organisasi atau perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja.
Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang mengendalikan yang lain.
Membicarakan sumberdaya manusia tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan atau proses manajemen lainnya seperti strategi perencanaan, pengembangan manajemen dan pengembangan organisasi. Keterkaitan antara aspek-aspek manajemen itu sangat erat sekali sehingga sulit bagi kita untuk menghindari dari pembicaraan secara terpisah satu dengan lainnya.
Pelatihan dan pengembangan SDM menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi, karena penempatan karyawan secara langsung dalam pekerjaan tidak menjamin mereka akan berhasil. Karyawan baru sering sering merasa tidak pasti tentang peranan dan tanggung jawab mereka. Permintaan pekerjaan dan kapasitas karyawan haruslah seimbang melalui program orietasi dan pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan. Sekali para karyawan telah dilatih dan telah menguasai pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan. Ada kecenderungan yang terus terjadi, yaitu semakin beragamnya karyawan dengan organisasi yang lebih datar, dan persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan dan pengembangan dapat menyebabkan karyawan mampu mengembangankan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih besar.
Pengertian Pelatihan dan Pengembangan
Training (Pelatihan)
Sementara pelatihan dan pengembangan yang serupa, dan keduanya sangat penting untuk model sistem keberhasilan, ada beberapa perbedaan penting. Pelatihan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja dengan pencapaian keterampilan tertentu seperti mengetik, las, operasi komputer, dan sebagainya untuk melakukan pekerjaan saat ini.
Development (Pengembangan)
Pengembangan, bagaimanapun, adalah lebih umum dari pelatihan dan mengacu pada kesempatan belajar yang dirancang untuk membantu karyawan tumbuh.
Combination Programs
Program pelatihan dapat menggabungkan kedua pelatihan dan pengembangan. Bahkan, pengembangan menjadi lebih dari faktor dalam program pelatihan sebagai dunia bisnis mulai mengalami sistem pendidikan deteriorationof serius di kelas K through12.
Wexley dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan : “training and development are terms reffering to planned efforts designed facilitate the acquisiton of relevan skills, knowledge, and attitudes by organizational members”.
Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula : “development focusses more on improving the decision making and human relation skills of middle and upper level management, while training involves lower level employees and the presentation of more factual and narrow subject matter”
Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Pengertian pelatihan dan pengembangan pegawai, dikemukakan oleh Adrew E. Sikula (1981 : 227) “training is short-terms educational procces utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial personnel learn technical knowlegde and skills for a definite purpose. Development, in reference to staffing and personnel matters, is a long-terms educational process utilizing a systematic and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and theoritical knowledge for general purpose”.
Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation.
Mariot Tua Efendi H (2002) latihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai.
Selanjutnya mariot Tua menambahkan pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.
Sjafri Mangkuprawira (2004) pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Sedangkan pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas. Dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan. Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih pokok adalah pada pengembangan manajemen. Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang, tetapi pada pemenuhan kebutuhan organisasi jangka panjang.
Rasionalisasi Pelatihan dan Pengembangan
Secara pragmatis program pelatihan dan pengembangan memiliki dampak positif baik bagi individu maupun organisasi. Smith (1997) menguraikan profil kapabilitas individu berkaitan dengan skill yang diperoleh dari pelatihan dan pengembangan. Seiring dengan pengusaan keahlian atau keterampilan penghasilan yang diterima individu akan meningkat. Pada akhirnya hasil pelatihan dan pengembangan akan membuka peluang bagi pengembangan karier individu dalam organisasi.
Dalam konteks tersebut peningkatan karier atau promosi ditentukan oleh pemilikan kualifikasi skill. Sementara dalam situasi sulit dimana organisasi cenderung mengurangi jumlah karyawannya, pelatihan dan pengembangan memberi penguatan bagi individu dengan memberi jaminan job security berdasarkan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan organisasi.
1. Training and devolopment has the potensial to improve labour productivity;
2. Training and devolopment can improve quality of that output, a more highly trained employee is not only more competent at the job but also more aware of the significance of his or her action;
3. Training and development improve the ability of the organisation to cope with change; the succesful implementation of change wheter technical (in the form of new technologies) or strategic (new product, new markets, etc) relies on the skill of the organisation’s member.(smith dalam prinsip-prinsip manajemen pelatihan, Irianto jusuf, 2001).
Disaat kompetisi antar organisasi berlangsung sangat ketat, persoalan produktivitas menjadi salah satu penentu keberlangsungan organisasi disamping persoalan kualitas dan kemampuan karyawan. Program pelatihan dan pengembangan SDM dapat memberi jaminan pencapaian ketiga persoalan tersebut pada peringkat organisasional.
Gejala Pemicu Pelatihan dan Pengembangan
Terdapat beberapa fenomena organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu munculnya kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Tidak tercapainya standar pencapaian kerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya, karyawan tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi daam organisasi.
Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut menurut Blanchard and Huszczo (1986) mencontohkan terdapat tujuh gejala utama dalam organisasi yang membutuhkan penanganan yaitu :
1. Low productivity;
2. High absenteeism;
3. High turnover;
4. Low employee morale;
5. High grievances;
6. Strike;
7. Low profitability.
Hubungan Faktor-Faktor penyebab dan Gejala Organisasional
Ketujuh gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi yang dapat disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi : kegagalan dalam memotivasi karyawan, kegagalan organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi pelatihan dan pengembangan secara efektif kepada karyawan.
Dalam situasi itulah program pelatihan sangat mengandalkan training need analysis ( TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan. Dan merorientasi kepada pengembangan karyawan meliputi :
1. Adanya pegawai baru, Memberikan orintasi pekerjaan atau tugas pokok organisasi kepada pegawai yang baru direkrut sebelum yang bersangkutan ditempatkan pada salah satu unit organisasi;
2. Adanya peralatan kerja baru, Mempersiapkan pegawai dalam penggunaan peralatan baru dengan teknologi yang lebih baru, sehingga tidak terjadi adanya kecelakaan kerja dan meningkatkan efesiensi kerja;
3. Adanya perubahan sistem manajemen/administrasi birokrasi, Mempersipakan pegawai dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun;
4. Adanya standar kualitas kerja yang baru, Mempersiapkan pegawai dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun;
5. Adanya kebutuhan untuk menyegarkan ingatan , Memberikan nuansa baru/penyegaran ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki;
6. Adanya penurunan dalam hal kinerja pegawai, Meningkatkan kualitas kinerja pegawai sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategis;
7. Adanya rotasi/relokasi pegawai, Meningkatkan pegawai dalam menghadapi pekerjaan dan situasi kerja yang baru
Tahapan Perencanaan Pelatihan
1. Analisis Kebutuhan Pelatihan (training need analysis)
pada tahap pertama organisasi memerlukan fase penilaian yang ditandai dengan satu kegatan utama yaitu analsis kebutuhan pelatihan. Terdapat tiga situasi dimana organisasi diharuskan melakukan analisis tersebut : yaitu : performance problem, new system and technology serta automatic and habitual training.
Situasi pertama, berkaitan dengan kinerja dimana karyawan organisasi mengalami degradasi kualitas atau kesenjangan antara unjuk kerja dengan standar kerja yang telah ditetapkan.
Situasi kedua, berkaitan dengan penggunaan komputer, prosedur atau teknologi baru yang diadopsi untuk memperbaiki efesiensi operasional perusahaan.
Situasi ketiga, berkaitan dengan pelatihan yang secara tradisional dilakukan berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu misalnya kewajiban legal seperti masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa sebetulnya kabutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu organisasi dalam menggunakan sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari kegatan pelatihan yang tidak perlu.
TNA dapat pula dipahami sebagai sebuah investigasi sistematis dan komprehensif tentang berbagai masalah dengan tujuan mengidentifikasi secara tepat beberapa dimensi persoalan, sehingga akhirnya organisasi dapat mengetahui apakah masalah tersebut memang perlu dipecahkan melalui program pelatihan atau tidak.
Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab (asking question getting answers). Pertanyaan diajukan kepada setiap karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang berbagai masalah dimana akhirnya kebutuhan pelatihan dapat diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.
Masalah yang membutuhkan pelatihan selalu berkaitan dengan lack of skill or knowledge sehingga kinerja standar tidak dapat dicapai. Dengan demikian dapat disimpulkan kinerja aktual dengan kinerja situasional.
Fungsi Training Need Analysis
Training Need Analysis (TNA) yaitu :
1. mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
2. mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
3. medefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
4. melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;
5. memberi data untuk keperluan perencanaan
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual individu tempat kerja.
Tahapan TNA mempunyai elemen penting yaitu :
• identifikasi masalah
• identifikasi kebutuhan
• pengembangan standar kinerja
• identifikasi peserta
• pengembangan kriteria pelatihan
• perkiraan biaya
• keuntungan
2.Perencanaan dan Pembuatan Desain Pelatihan
Desain pelatihan adalah esensi dari pelatihan, karena pada tahap ini bagaimana kita dapat menyakinkan bahwa pelatihan akan dilaksanakan.
Keseluruhan tugas yang harus dilaksanakan pada tahap ini adalah :
1. mengidentifikasi sasaran pembelajaran dari program pelatihan;
2. menetapkan metode yang paling tepat;
3. menetapkan penyelenggara dan dukungan lainnya;
4. memilih dari beraneka ragam media;
5. menetapkan isi;
6. mengidentifikasi alat-alat evaluasi;
7. menyusun urut-urut pelatihan.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah membuat materi pelatihan yang diperlukan dan dikembangkan seperti :
1. jadwal pelatihan secara menyeluruh (estimasi waktu);
2. rencana setiap sesi;
3. materi-materi pembelajaran seperti buku tulis, buku bacaan, hand out dll;
4. alat-alat bantu pembelajaran;
5. formulir evaluasi.
Implementasi Pelatihan
Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah kegiatan pelatihan yang efektif adalah implementasi dari program pelatihan. Keberhasilan implementasi program pelatihan dan pengembangan SDM tergantung pada pemilihan (selecting) program untuk memperoleh the right people under the right conditions. TNA dapat membantu mengidentifikasi the right people dan the right program sedangkan beberapa pertimbangan (training development) and concideration program dapat membantu dalam menciptakan the right condition.
Evaluasi Pelatihan
Untuk memastikan keberhasilan pelatihan dapat dilakukan melalui evaluasi. Secara sistimatik manajemen pelatihan meliputi tahap perencanaan yaitu training need analysis, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Tahap terakhir merupakan titik kritis dalam setiap kegiatan karena acap kali diabaikan sementara fungsinya sangat vital untuk memastikan bahwa pelatihan yang telah dilakukan berhasil mencapai tujuan ataukah justru sebaliknya.
1. Persepsi terhadap Evaluasi Pelatihan
konsep pelatihan sudah sejak lama mengalam problem perseptual. Sebagai kegiatan banyak organisasi mempersepsikan evaluasi secara keliru disamping mengabaikan atau sama sekali tidak melakukannya setelah pelatihan diadakan.
Menurut Smith (1997) evaluasi program pelatihan dan pengembangan merupakan a necessary and usefull activity, namun demikian secara praktis sering dilupakan atau tidak dilakukan sama sekali.
2. Makna Evaluasi Pelatihan
Newby (Tovey, 1996 dalam Irianto Yusuf) menulis bahwa perhatian utama evaluasi dipusatkan pada efektivitas pelatihan. Efektifitas berkaitan dengan sampai sejauh manakah program pelatihan SDM diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai, karena efektifitas menjadi masalah serius dalam kegiatan evaluasi pelatihan.
3. Merancang Evaluasi Pelatihan
Evaluasi yang dilakukan oleh penyelenggara diklat sebagai berikut :
Evaluasi Pra Diklat, bertujuan mengetahui sejauhmana pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki para peserta sebelum diklat dilaksanakan dibandingkan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang disusun dalam program. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang belum dimiliki peserta yang disajikan dalam pelaksanaan program diklat.
Tahapan evaluasi terhadap pelatihan :
• Evaluasi Peserta
• Evaluasi Widyaiswara
• Evaluasi Kinerja Penyelenggara
Evaluasi Pasca Diklat, bertujuan mengetahui pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sebelum diklat tidak dimiliki oleh peserta setelah proses diklat selesai dapat dimiliki dengan baik oleh peserta.

Kesimpulan
Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang mengendalikan yang lain.
Latihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai.
Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.
TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa sebetulnya kabutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu organisasi dalam menggunakan sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan pelatihan yang tidak perlu.
Selengkapnya...

CIRI-CIRI DASAR WIRAUSAHAWAAN SEJATI

Tidak bisa di pungkiri bahwa seorang wirausahawan memiliki sifat dan prilaku yang berbeda dengan orang kebanyakan. Ciri-ciri ini seakan mengiringi langkah-langkah seorang pengusaha.
Untuk menjadi seorang pengusaha yang handal tidak ada salahnya untuk dapat mempelari ciri-ciri tersebut agar dapat di pelajari dan di laksanakan oleh para calon pengusaha/wirausahawan.
1. Desire for responsibility
Wirausaha yang unggul merasa bertanggungjawab secara pribadi atas hasil usaha yang dia lakukan. Mereka lebih dapat mengendalikan sumberdaya sumberdaya yang dimiliki dan menggunakan sumberdaya tersebut untuk mencapai cita-cita. Wirausaha yang berhasil dalam jangka panjang haruslah memiliki rasa tanggung jawab atas usaha yang dilakukan. Kemampuan untuk menanggung risiko usaha se¬perti: risiko keuangan, risiko teknik adakalanya muncul, sehingga wirausaha harus mampu meminimalkan risiko.
2. Tolerance for ambiguity
Ketika kegiatan usaha dilakukan, mau tidak mau harus berhubung¬an dengan orang lain, baik dengan karyawan, pelanggan, pe¬masok bahan, pemasok barang, penyalur, masyarakat, maupun aturan legal formal. Wirausaha harus mampu menjaga dan mem-pertahankan hubungan baik dengan stakeholder. Keberagaman bagi wirausaha adalah sesuatu hat yang biasa. Kemampuan un¬tuk menerima keberagaman merupakan .suatu ciri khas wirausaha guna menjaga kelangsungan hidup bisnis atau perusahaan dalam jangka panjang.
3. Vision
Wirausaha yang berhasil selalu memiliki cita-cita, tujuan yang jelas kedepan yang harus dicapai secara terukur. Visi merupakan filosofi, cita-cita dan motivasi mengapa perusahaan hidup, dan wi¬rausaha akan menterjemahkan ke dalam tujuan, kebijakan, ang¬garan, dan prosedur kerja yang jelas. Wirausaha yang tidak jelas visi kedepan ibarat orang yang berjalan tanpa arah yang jelas, se¬hingga kecenderungan untuk gagal sangat tinggi.
4. Tolerance for failurer
Usaha yang berhasil membutuhkan kerja keras, pengorbanan balk waktu biaya dan tenaga. Wirausaha yang terbiasa dengan kreativitas dan inovasi kadangkala atau bahkan sering mengalami ketidakberhasilan. Proses yang cukup panjang dalam mencapai kesuksesan tersebut akan meningkatkan kepribadian toleransi terhadap kegagalan usaha.
5. Internal locus of control
Didalam diri manusia ada kemampuan untuk mengendalikan diri yang dipengaruhi oleh internal diri sendiri. Wirausaha yang ung¬gul adalah yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dari dalam dirinya sendiri. Kerasnya tekanan kehidupan, persaingan binis, perubahan yang begitu cepat dalam dunia bisnis akan meningkatkan tekanan ke¬jiwaan balk mental, maupun moral dalam kehidupan kesehari¬an. Wirausaha yang mampu mengendalikan dirinya sendiri akan mampu bertahan dalam dunia bisnis yang makin komplek.
6. Continuous Improvement
Wirausaha yang berhasil selalu bersikap positif, mengangap peng¬alaman sebagai sesuatu yang berharga dan melakukan perbaikan terus-menerus. Pengusaha selalu mencarihal-hal baru yang akan memberikan manfaat balk dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Wirausaha memiliki tenaga, keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif yang akan membawa konsekuensi menguntungkan dimasa depan.
7. Preference for moderate risk.
Dalam kehidupan berusaha, wirausaha selalu berhadapan dengan intensitas risiko. Sifat wirausaha dalam menghadapi resiko dapat digolongkan ke dalam 3 macam sifat mengambil resiko, yaitu risk seeking (orang yang suka dengan risiko tinggi), moderat risk (orang yang memiliki sifat suka mengambil risiko sedang), dan risk averse (orang memiliki sifat suka menghidari risiko) Pada umumnya wirausaha yang berhasil memiliki kemampuan untuk memilih risiko yang moderate/sedang, di mana ketika mengambil keputusan memerlukan pertimbangan yang matang, hal ini seja¬lan dengan risiko wirausaha yang apabila mengalami kegagalan di tanggung sendiri.
8. Confidence in their ability to success.
Wirausaha umumnya memiliki keyakinan yang cukup tinggi atas kemampuan diri untuk berhasil. Mereka memiliki kepercayaan yang tinggi untuk meiakukan banyak hal dengan balk dan sukses. Mereka cenderung untuk optimis terhadap peluang keberhasilan dan optimisme, biasanya berdasarkan kenyataan. Tanpa keyakin¬an kepercayaan untuk sukses dan mampu menghadapi tantangan akan menurunkan semangat juang dalam melakukan bisnis.
9. Desire for immediate feedback.
Perkembangan yang begitu cepat dalam kehidupan usaha menunut wirausaha untuk cepat mengantisipasi perubahan yang terjadi agar mampu bertahan dan berkembang. Wirausaha pada umumnya memiliki keinginan untuk mendapatkan respon atau umpan balik terhadap suatu permasalahan. Persaingan yang begitu ketat dalam dunia usaha menuntut untuk berpikir cerdas, cepat menanggapi perubahan. Wirausaha memiliki kecenderungan untuk mengetahui sebaik apa ia bekerja dan mencari pengakuan atas prestasi secara terus-menerus.
10. High energy level
Wirausaha pada umumnya memiliki energi yang cukup tinggi dalam melakukan kegiatan usaha sejalan dengan risiko yang ia tanggung. Wirausaha memiliki semangat atau energi yang cukup tinggi dibanding kebanyakan orang. Risiko yang harus ditanggung sendiri mendorong wirausaha untuk bekerja keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Bergairah dan mampu menggu¬nakan daya geraknya, ulet tekun dan tidak mudah putus asa.
11. Future orientation
Keuntungan usaha yang tidak pasti mendorong wirausaha selalu
melihat peluang, menghargai waktu dan berorientasi kemasa depan. Wirausaha memiliki kecenderungan melihat apa yang akan dilakukan sekarang dan besok, tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dilakukan kemarin. Wirausaha yang unggul selalu berusaha memprediksi perubahan dimasa depan guna meningkat¬kan kinerja usaha.
12. Skill at organizing
Membangun usaha dari awal memerlukan kemampuan mengor¬ganisasi sumberdaya yang dimiliki berupa sumber-sumber ekono¬mi berujud maupun sumber ekonomi tak berujud untuk mendapat manfaat maksimal. Wirausaha memiliki keahlian dalam melaku¬kan organisasi balk orang maupun barang. Wirausaha yang ung¬gul ketika memiliki kemampuan portofolio sumberdaya yang cu¬kup tinggi untuk dapat bertahan dan berkembang.
13. High Commitment
Memunculkan usaha baru membutuhkan komitmen penuh yang tinggi agar berhasil. Disiplin dalam bekerja dan pada umumnya wirausaha membenamkan diri dalam kegiatan tersebut guna ke¬berhasilan cita-citanya.
14. Flexibility
Perubahan yang begitu cepat dalam dunia usaha mengharuskan wirausaha untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan apabila tetap ingin berhasil. Kemampuan beradaptasi dengan per¬ubahan lingkungan merupakan modal dasar dalam berusaha, ber¬tumbuh dan sukses. Fleksibilitas berhubungan dengan kolega se¬perti; kemampuan menyesuaikan diri dengan perilaku wirausaha lain, kemampuan bernegosiasi dengan kolega mencerminkan kompentensi wirausaha yang unggul.
Selengkapnya...

TEORI Z OLEH: WILLIAM OUCHI

PERKEMBANGAN DARI TEORI Z
Pada tahun 1970-1980 banyak industri Amerika yang kehilangan pasar karena munculnya kompetitor yaitu para perusahaan-perusahaan Jepang. Maka dari iru para ahli mulai menyelidiki rahasia manjemen orang Jepang yang dapat menyaingi kekuatan negara adikuasa itu. Mulailah banyak bermunculan artikel-artikel tentang keberhasilan perusahaan Jepang teraebut. Dan ditemukanlah rahasia keberhasilan itu yang diberi nama Teori Z.
Teori Z pertama kali dicetuskan oleh William Ouchi (1981) mengatakan bahwa rasa aman (security) secara khusus punya arti penting, karyawan membutuhkan penghargaan berupa bekerja dengan bebas, promosi dan dipekerjakan selamanya. Teori Z muncul dari hasil observasi terhadap perbedaan-perbedaan, antara bekerja di perusahaan Jepang dan di perusahaan Amerika Serikat. Dalam sistem manajemen Jepang, keamanan itu terjamin karena sebagian besar pekerja memiliki masa kerja seumur hidup (lifetime employment) di satu perusahaan. Organisasi gaya Jepang ini berkomitmen pada hubungan jangka panjang tersebut, dengan tinjauan kinerja secara reguler dan tegas, yang memberikan umpan-balik yang dituntut sebagian besar karyawan, agar bisa berfungsi efektif.
Di Jepang sendiri Teori Z dimulai dengan kisah sebuah perusahaan yang sedang sekarat. Kemudian seorang muda diangkat menjadi manager pabrik. Dan Ia langsung mengundang rapat semua pekerja. Dijelaskannya, bahwa perusahaan saingan mungkin akan menghancurkan bisnis pabrik ini. Dibahasnya sebuah studi, yang menunjukkan permintaan para konsumen. Dikemukakannya betapa perusahaan perlu memperoleh untung tertentu, agar dapat terus menampung para buruh yang ada dan mengadakan investasi baru. Para pekerja paham mendengarkan dengans seksama padahal sebelumnya, mereka tak pernah tahu menahu soal ini. Mereka cuma menjalankan perintah dan menyelesaikan pekerjaannya. Mereka tak merasa jadi bagian yang integral dengan sistem yang lebih besar. Mereka tak sadar alasan apa yang mengharuskan mereka bekerja lebih keras dan lebih efisien -- kecuali untuk kepentingan perusahaan, yang seakan lepas dari kepentingan mereka sendiri.
Kini mereka diajak berdiskusi. Mereka dipercaya. Perlahan-lahan, mereka mengembangkan sikap baru. Mereka mengatur sendiri efisiensi mereka. Itu tak berarti mereka yang harus ditegur dibiarkan saja. Bahkan mereka yang tak menunjukkan ikhtiar untuk maju, atau tak mampu bekerja lebih jauh, terpaksa dilepas. Disiplin tetap. Tapi Teori Z mengajarkan, bahwa keputusan diproses berdasarkan basis yang lebih luas, tak cuma di puncak yang sempit.
APA ITU TEORI Z?
Teori Z adalah sebuah pendekatan manajemen berdasarkan kombinasi dari Amerika dan Jepang dan filosofi manajemen yang ditandai, antara lain, jangka panjang pekerjaan tetap, pengambilan keputusan secara konsensus, evaluasi dan promosi lambat prosedur, dan tanggung jawab individu dalam konteks kelompok. Teori Z lebih menekankan pada peran dan posisi pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi nyaman, betah, senang dan merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan. Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya. Semangat Dr. William Ouchi dengan theory Z nya adalah membangun loyalitas pekerja melalui mind set pekerjaan seumur hidupnya itu.
Dibawah ini bisa kita liat perbedaan dari sistem kerja di organisasi Jepang dan Amerika:
Ciri-ciri Organisasi Amerika dan Jepang
Organisasi Amerika:
1. Masa kerja jangka pendek (short-term employment)
2. Evaluasi dan promosi yang cepat
3. Jalur karir yang terspesialisasi
4. Mekanisme kontrol yang eksplisit
5. Pengambilan keputusan secara individual
6. Tanggung jawab individual
7. Keprihatinan tersegmentasi (segmented concern)
Organisasi Jepang:
1. Masa kerja seumur hidup (lifetime employment)
2. Evaluasi dan promosi yang lambat
3. Jalur karir yang tidak terspesialisasi
4. Mekanisme kontrol yang implisit
5. Pengambilan keputusan secara kolektif
6. Tanggung jawab kolektif
7. Keprihatinan keseluruhan (wholistic concern)

Jadi bisa kita lihat bahwa Teori Z merupakan pendekatan manajemen yang menggabungkan filosofi manajemen Jepang dengan budaya Amerika. Walaupun diadopsi dari Jepang, tetapi teori ini tidak myrni bentuk manajamen Jepang. Seperti bisa kita lihat teori Z menganut tanggung jawab individual, dan konsep tersebut merupakan serapan dari manajemen budaya Amerika.
Teori Z juga menekankan perkembangan hubungan kepercayaan (trust relationship) antara pemimpin dan yang dipimpin. Penekanan itu didasarkan pada asumsi bahwa motivasi orang pertama-tama bersifat internal. Namun, perasaan-perasaan itu harus diperkuat oleh komitmen jelas terhadap karyawan dari pihak majikan/pimpinan.
Teori Z melihat pengambilan keputusan kolektif dan tanggung jawab kelompok memberikan dukungan sosial yang diperlukan bagi tercapainya kinerja puncak. Hal itu terjadi lewat penciptaan rasa aman, yang memungkinkan para karyawan membangkitkan ide-ide baru tanpa takut ditolak atau takut gagal.
Tidak seperti teori XY dari McGregor. Teori Z berfokus pada sikap dan tanggung jawab dari para pekerja, sedangkan McGregor dengan Teori XY berfokus pada manajemen dan motivasi dari perspektif manajer dan organisasi. Mcgregor model, yang digunakan ribuan organisasi dan manajer di seluruh dunia yang masih belum merangkul dan Teori Z dari Ouchi menawarkan ide yang sangat baik, meskipun ia kurang sederhana keanggunan.
CIRI PERUSAHAAN YANG MENERAPKAN TEORI Z
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan beberapa ciri dari perusahaan yang menggunakan teori Z:
1. Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual dan mengakui prestasi individu.
2. Karena tanggung jawab bersifat individu maka karyawan bebas bekerja menggunakan keterampilan yang dimilikinya.
3. Karyawan dipekerjakan seumur, agar terjadinya rasa aman dan loyalitas terhadap perusahaan.
4. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka. Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena mendapat dukungan dari mayoritas pekerja.
5. Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan para karyawan.


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI Z
Kekuatan dari teori Z ini terletak pada upaya perusahaan untuk mengikat karyawan dengan loyalitas tanpa batas, sehingga karyawan diharapkan mau bekerja dalam sikap yang penuh integritas untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Sedangkan kelemahan teori ini terletak pada saat kemampuan perusahaan menurun dalam komitmennya untuk tetap mempertahankan karyawan, apalagi saat ketidakpastian ekonomi merusak sektor financial dan bisnis perusahaan. Selain itu teori ini membutuhkan banyak pengorbanan, karena sifatnya yang holistik dan kurang sederhana.
STRATEGI UNTUK TRANSFORMASI ORGANISASI
Dalam bukunya William Ouchi menulis 12 strategi bagi organisasi Khas Amerika yang ingin mengaplikasikan Teori Z bagi perusahaannya.
1. Orang yang bersifat ragu-ragu atau skeptics tetap dijaga, karena dengan sering melibatkan orang-orang tersebut dalam pekerjaan, tanpa menganggap mereka lain, akan timbul suatu kepercayaan setelah satu sama lain saling memahami. Perusahaan harus mencoba memahami dan orang-orang tersebut harus percaya bahwa dengan adanya integritas semua masalah akan terselesaikan. Company should be able to treat people the way it would like to be treated.
2. Manajemen perusahaan harus mengaudit kembali filosofinya, dengan mengambil pelajaran pengalaman dimasa lalu dan menanyakan kepada para karyawan bagaimana perusahaan seharusnya.
3. Manajemen perusahaan harus memberitahukan hasil dari audit filosofi itu pada para pimpinan perusahaan. Dan pimpinan perusahaan harus besedia mendengarkan hasil yang didapat oleh manajemen dengan pikiran yang terbuka, sehingga dapat terjadi suatu kepercayaan antara manajemen dan pimpinan perusahaan.
4. Perusahaan harus memiliki struktur kerja yang baik dan memotivasi, sehingga saat seseorang berjuang, mereka yakin bahwa tim akan bersama berjuang dengannya.
5. Perusahaan harus membangun beberapa interpersonal skill, seperti komunikasi. Jadi karyawan tahu bagaimana harus menghormati manajer dan kapan harus menyela pembicaraan.
6. Perusahaan harus menguji diri dan sistemnya, sejauh mana Teori Z telah diimplementasikan.
7. Perusahaan menstabilkan pekerjaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan tantangan atau variasi tugas kepada karyawan.
8. Perusahaan merancang sebuah evaluasi dan promosi yang lambat.
9. Perusahaan memeperluas karyawannya dalam jalur karirnya. Maksudnya memeberikan pengalaman beberapa aspek yang berbeda sehingga orang itu tahu apa yang dilakukan setiap departemen. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan karyawan dalam perusahaan.
10. Manajemen perusahaan harus mempraktekan Teori Z ini ditingkat bawah. Mengubah kebiasaan ini tentunya harus dimulai dari atas dengan memperbaiki profesionalisme manajemen sehingga manajemen dapat melalui masalah yang akan dihadapi di tingkat bawah.
11. Perusahaan harus merancang suatu tempat dimana setiap karyawan dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan perusahaan.
12. Perusahaan harus membiasakan sikap kekeluargaan dengan setiap orang.
Selengkapnya...

SISTEM EVALUASI PEKERJAAN DI DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBERIAN KOMPENSASI

Evaluasi Pekerjaan

Langkah pertama dalam mengejar keadilan yaitu akan dibentuk suatu hubungan yang konsisten dan sistematik antar tingkat-tingkat kompensasi dasar bagi semua pekerjaan di salam organisasi. Proses pembentukan yang semacam itu disebut evaluasi pekerjaan dan tidak dapat dikacaukan dengan pengertian analisa pekerjaan yang berhubungan dengan pengumpulan data tentang pekerjaan. Dengan malakukan evaluasi pekerjaan, ditimbang dan diukur masukan yang diperlukan dari karyawan tentang keterampilan misalnya, usaha, tanggung jawab dan sebagainya untuk mencapai ukuran minimum dan menerjemahkannya ke sernacamremunerasi dalam bentuk uang. Target langsung proses evaluasi pekerjaan adalah untuk mendapatkan konsistensi internal dan elsternal dalam hal upah dan gaji. konsistensi internal yang berhubungan dengan konsep upah relatif pada perusahaan, seperti gaji unggul kurang dari besarnya gaji maka bawahan tidak begitu konsisten. konsistensi eksternal mengacu pada relativitas struktur yang diinginkan dari upah organisasi struktur upah dalam industri, masyarakat atau negara. Organisasi dapat memilih untuk memberikan gaji yang lebih rendah, atau sarna dengan tingkat lebih tinggi dari upah umumnya.
Meskipun target konsistensi dan eksternal internal merupakan penilaian langsung dari pekerjaan, target adalah kepuasan upah kerja dan karyawan dan gaji yang diserahterimakan. Manajemen sehingga karyawan ingin merasa bahwa kompensasi yang layak dan adil. Manajemen menghipotesiskan bahwa pembangunan konipensasi rasional, baik internal maupun eksternal, akan meningkatkan kemungkinan bahwa kompensasi akan diterirna sebagai adil dan wajar. Dalam pendekatan dengan pengukuran nilai kerja sistematis, ada beberapa prasyarat yang diperlukan, yaitu:

1. Deskripsi-deskripsi dan bekerja spesiftkasi 'itu. Cukup jelas dan tepat harus tersedia.
2. Keputusan harus diambil dalam kaitan dengan kelompok karyawan
dan akan bekerja diliput oleh sistem evaluasi yang tunggal.
3. "Penjualan" atau ide tentang ide evaluasi yang sistematis dari semua peserta
dalam sistem itu dan menekankan bahwa konsep ini konsisten dengan gaji
benar harus memenuhi karyawan dan majikan juga.

Metode – Metode Evaluasi Pekerjaan

Sehubungan dengan pemberian kompensasi, umumnya ada empat metode kerja evaluasi. Dua yang pertama adalah metode yang biasa digunakan oleh pemerintah dan dua terakhir metode (titik 1 dan 4) digunakan oleh industri swasta. Empat metode, yaitu:
1. Job peringkat (simple ranking)
2. Job grading
3. Perbandingan faktor
4. : Titik sistem
Di peringkat pekerjaan, pekerjaan evaluasi komite mereviev pekerjaan analisis informasi untuk setiap pekerjaan. Setiap pekerjaan atau peringkat ditentukan secara subyektif berdasarkan tingkat pada tingkat kepentingan relatif dibandingkan dengan pekerjaan lain. Kelemahan dari metode ini adalah sangat mungkin bahwa unsur-unsur pekerjaan penting diabaikan, sementara barang-barang tidak penting diberi bobot yang terlalu besar. job grading atau metode pekerjaan Klasifikasi adalah pekerjaan yang sedikit lebih baik bubar peringkat. Perusahaan diskripsi Facebook standar untuk kelompok kerja yang akan digunakan untuk menilai pekerjaan yang. Dibandingkan dengan pekerjaan diskripsi deskripsi standar untuk menentukan kelas atau bekerja grade. pekerjaan lebih penting yang dibayar lebih tinggi. Kelemahan metOlie ini adalah bagaimana membedakan jika ini tidak berhasil maka akan ada akurat tingkat upah yang tidak sesuai. Pembandingan Metoda faktor (Factor metode perbandingan) sangat penting untuk sistem aplikasi penilaian kinerja untuk orang-orang di pekerjaan evaluasi. Metode ini mensyaratkan bahwa komite evaluasi pekerjaan komponenkomponen kerja kritis.
Komponen adalah faktor penting yang umum untuk semua pekerjaan yang saat ini sedang dievaluasi. Yang paling banyak digunakan, yaitu keterampilan, tanggung jawab, upaya mental, upaya phisik dan kondisi kerja. Metode sistem poin keempat, ooetode ini paling banyak digunakan dalam praktek. Selain upah sebagai patokan, juga digunakan titik. Sistem ini memerlukan langkah-Iangkah sebagai berikut:
1. Pilih dan menentukan faktor-faktor kritis
2. Menentukan tingkat berbagai faktor
3. Mengalokasikan poJnt pada subfaktor-subfaktor
4. Mengalokasikan titik di semua tingkatan
5. Siapkan panduan penilaian
6. Terapkan sistem poin
Setelah total poin untuk setiap pekerjaan diketahui, bekerja rangkingnya ditentukan. Sebagai tiga metode peringkat metode relatif ditinjau oleh manajemen harus untuk memastikan ketepatannya.

Tujuan dari evaluasi pekerjaan dan kompensasi adalah sebagai berikut:
• Untuk menilai ulang semua hasil pekerjaan sesuai dengan spesifikasi dan standarisasi pekerjaan tersebut, sehingga dapat ditentukan kompensasi yang akan diberikan nantinya.
• Untuk menentukan jenis pekerjaan dan karakter pekerjaan terhadap para pekerja yang akan ditempatkan.
• Untuk merancang besaran anggaran atas kompensasi yang akan dikeluarkan, baik untuk jenis pekerjaan tertentu atau penggajian dari semua lini struktur organisasi tersebut.
Selengkapnya...